MII selalu DI hati...Bag. 4


Lets us begin ….!! (tangisan para bintang)

Cerah mentari menyambut hangat datangnya hari, deru ombak seakan menyapa "dimana semangatmu pagi ini??", lambaian cemara seolah mengiringi langkah-langkah kaki para "pemburu" cita-cita di ma'had ini. Hiruk pikuk pagi ini terasa berbeda, energy positifnya sangat kuat hingga siapapun yang merasakannya, akan terbawa indahnya nuansa semangat baru para santri MII yang menaikkan "tensi adrenalin" dalam dekapan suasana keberesamaan.

Hari itu, para santri sibuk mempersiapkan diri untuk membuka lembaran baru, memasuki hari baru di kelas baru, buku-buku baru dan tentu saja pelajaran baru. Sebagai santri baru, aku sangat senang saat buku-buku diktat dibagikan dan ekspresi yang sama juga ditunjukkan santri-santri baru yang lain. Diantara buku-diktat itu, salah satunya adalah yang paling fenomenal, ya buku itu berwarna hitam dan bertuliskan "Pengajaran sholat" warna emas, buku karya tokoh PERSIS "Alm. Ust. A Hassan" bagiku sangat aneh (jika dilihat dari judulnya), seingatku sejak dulu (di rumah dan di madrasah) sudah diajarkan tata cara sholat, ah….paling isinya itu-itu saja. Ternyata buku ini tidak hanya membahas seputar sholat wajib dan rukun-rukunnya saja, akan tetapi lebih dari itu, buku ini membahas semua masalah yang ada hubungannya dengan sholat, mulai tata cara berwudlu' sampai sholat-sholat tidak wajib (sunnah) termasuk sholat jenazah, sholat gerhana dan lain-lain, tentu saja tuntunan ini didasari dengan dalil dari alqur'an dan as-sunnah.

Tepat pukul 07:00,
dari pengeras suara depan masjid bel tanda dimulainya kegiatan belajar mengajar berbunyi, tidak seperti waktu di MTA dulu yang ketika bel berbunyi para santri sudah berada di dalam kelas, duduk rapi sambil menunggu ustadznya datang. Di MII tidak, kebanyakan santri memang sudah berada di komplek kelas saat bel berbunyi, tapi tidak semuanya berada di dalam kelas, sebagian memang memilih langsung duduk di bangku, tapi sebagian lagi lebih memilih untuk menunggu ustadz pengajar datang dengan ngobrol santai di teras kelas daripada duduk manis di dalam kelas, bahkan ketika ustadznya sudah datang metode "mengusir ayam" harus dipakai "ayo masuk…masuk…masuk" hehe. Begitulah kira-kira yang terjadi sampai aku lulus dari ma'had ini.

Pelajaran keempat…kedisiplinan harus dilatih sejak dini.

Ustadz fauzan adhim adalah orang pertama yang memulai kegiatan belajar di kelas kami, pengajar bahasa arab ini memperkenalkan diri sampai memberitahukan bahwa dia dipercaya untuk menjadi wali kelas kami. Seperti kebanyakan kelas-kelas baru dimulai, biasa ada sesi perkenalan agar lebih saling mengenal satu sama lain dan lebih akrab antar anggota kelas. Perkenalan dimulai sesuai dengan urutan abjad di buku absen, tentu saja aku mendapatkan urutan pertama karena namaku diawali dengan huruf A "Ahmad", ust. Fauzan senyum-senyum, mungkin karena kita sudah saling mengenal bahkan sempat ngobrol waktu aku baru menginjakkan kaki di sini, selanjutnya yang lain juga dipersilahkan memperkenalkan diri.

Secara bertubi-tubi, pengumuman-pengumuman tentang peraturan ma'had dibacakan, mulai dari berlakunya larangan keluar malam sampai peraturan "wajib" sholat berjema'ah lima waktu di masjid. Kurang lebih peraturan-peraturannya sama dengan yang aku tahu di MTA, bedanya mungkin system penerapannya saja, kalau di MTA agak keras dan sedikit "main bentak" tapi kalau di MII lumayan "lembut". Kalau di MTA, semua santri harus sudah berada di masjid saat adzan berkumandang, kalau di MII yang penting sholat berjema'ah di masjid meskipun "masbuq" raka'at terakhir…hehe.

Seperti rata-rata peraturan-peraturan yang berlaku, peraturan di ma'had ini pun terasa mengekang kebebasan, terutama bagi santri baru. Aku yang pernah merasakan peraturan lebih ketat dari ini, masih saja merasa tak nyaman, mengganggu pikiran dan selalu dihantui dengan rasa takut "dihukum" jika melanggar. Akan tetapi, sekian waktu berselang semua itu menjadi biasa, ya……..hanya butuh dibiasakan saja hingga peraturan-peraturan itu terasa seperti aktifitas yang mengalir sehari-hari, tak ubahnya seperti kebutuhan kita mandi, makan dan lain-lain.

Berbagai kegiatan pun mulai di aktifkan, dengan begitu para santri tidak hanya beraktifitas belajar di kelas (formal) semata, akan tetapi juga ada kegiatan bernuansa ekstra (informal) seperti: seni beladiri tapak suci, PMR/BSMR dan sanggar teater. Karena selain untuk penunjang belajar di ma'had ini, juga merupakan sebuah sarana untuk menciptakan suasana yang tidak menjemukan di pesantren ini sekaligus mengarahkan minat dan bakat para santri, hingga mereka tidak salah dalam menyalurkannya.

Saat petang menjelang, suasana menjadi sangat syahdu terutama bagi kami santri baru waktu itu. Suasana seperti ini begitu kuat mengangkat rasa kerinduan kami kepada keluarga di rumah, saat kami harus mandi lalu kemudian bersiap-siap ke masjid. Pernah suatu ketika aku memergoki salah satu temanku menangis di depan lemarinya sehabis mandi menjelang maghrib, kemudian datang seorang teman lagi lalu duduk di sampingnya, dia juga ikutan nangis, begitu pula selanjutnya, datang lagi satu duduk dan nangis, sampai ada beberapa orang (aku lupa jumlahnya) duduk berbaris sambil nangis, petang itu seperti ada paduan suara tanpa di koordinir seorang "dirigen", iramanya dingin tak seperti alunan seruling, juga tak ada hentakan seperti music rock. Akan tetapi…temponya yang tidak teratur akan mengantarkan mereka menuju jalan "bintang".

Bersambung...

0 comments:



Post a Comment