MII selalu Di hati...bag. 2


Masa-masa santri baru (perkenalan dengan calon bintang)

Masih jelas di ingatanku, orang pertama kali yang aku kenal di MII adalah ust. Untung rifa'i, beliau selaku petugas penerimaan santri baru menyambutku dengan senyuman "khas"nya yang mengembang. Dengan santun dan lembut ust. Untung yang pada kelanjutan kisahku nanti menjadi salah seorang yang paling berpengaruh dalam interaksi dan dinamika di ma'had ini menuntunku mengisi dan melengkapi formulir pendaftaran. Setelah semua persyaratan terpenuhi, sekali lagi aku siap tinggal di ma'had ini dan jauh dari keluarga lagi. Kesannya masih sama saat keluargaku meninggalkan aku di MTA setahun yang lalu, di depan kantor MII aku berusaha untuk kuat dan tegar namun ketika kucium tangan ibundaku, aku benar-benar tak kuasa menahan airmata. Seandainya bocah 13 tahun ini boleh jujur, maka sedikitpun tak pernah ada keinginan untuk jauh dari rumah, keluarga dan kampung halaman.


Orang kedua yang aku kenal di MII ini adalah
ust. Fauzan adhim, dia berasal dari desa beranta pesisir (Britania) tak begitu jauh dari desaku, pria berkulit putih ini adalah salah satu alumni kedua MII yang mengabdikan dirinya di sini setelah lulus, mungkin untuk mengisi kekosongannya sambil menunggu keputusan universitas mana yang akan dia tuju untuk "rekreasi" keilmuannya, setelah berkenalan ternyata dia adalah adik kandung dari miftahul jinan (atau biasa aku panggil mu'allim jinan) seorang seniorku di MTA, wah…kita jadi makin akrab karena kebetulan ini menjadi bahan obrolan dengannya. Ust. Fauzan yang nantinya menjadi wali kelasku di kelas satu, meskipun interaksi kami hanya setahun karena dia harus melanjutkan studinya di Jakarta, bisa dibilang salah satu orang yang memiliki kesan menarik dalam perjalanan kisahku di MII.

Orang ketiga yang aku kenal adalah Tajul (itu saja yang aku tahu dari namanya), dia juga seorang alumni kedua MII. Entah apa yang membuat kami begitu dekat malam itu, dia mengajakku makan bakso di warung pak supar, sembari dia menasehatiku agar berperilaku baik selama di ma'had menghormati asatid dan kakak-kakak kelas dia juga bercerita panjang lebar tentang perjalanannya selama menempuh pendidikan di MII. Bersama ust. Fauzan juga kami bertiga ngobrol santai di bawah pohon cemara di dekat gerbang ma'had tentang suka duka kehidupan di pesantren ini. Aku seperti mendapatkan bekal yang sangat berarti bagi kelanjutan kehidupanku selama di pesantren nantinya. Tajul yang belakangan aku tahu dari kakak-kakak kelas, ternyata dia adalah mantan departemen keamanan paling "sangar" dalam sejarah dinamika keorganisasian di ma'had ini, aku sangat bersyukur bisa mengenal mereka ust. Untung rifai, ust. Fauzan adhim dan Tajul, mereka adalah kesan pertamaku di pesantren ini. Ramah, baik, santun dan perhatian….itu saja.

Beberapa nama "beken" lain yang ikut mewarnai masa transisiku di MII ini adalah Muhamad qohar, selanjutnya kami biasa panggil dia kaher. Santri baru juga asal bangkalan, orangnya periang dan yang bikin aku geli adalah loghat bangkalannya yang khas. Kemudian datang seorang anak berambut ikal (bukan namanya yang ikal), belum sempat kami berkenalan dia langsung tidur di kamar yang khusus disediakan untuk anak baru, sorenya Alhamdulillah kami berkenalan dengan sedikit agak canggung dan malu-malu, anak ini bernama imam hasanuddin asal babat lamongan. Sesuai dengan nama daerah asalnya (babat), kedua orang tuanya menyodorkan kepada kami makanan khas dari babat, apa lagi kalau bukan wingko babat?!?!?! Hemmm…enaknyaaaaa. Dia bersama seorang kakaknya yang kami kenal dengan nama idris, ternyata dia juga baru masuk ma'had ini tapi dia pindahan dari ponpes persis bangil pasuruan. Meskipun bukan tokoh utama dalam kisahku ini, imam adalah bocah "tekun" yang bakal menjadi salah satu "ikon" dan "bintang" generasi kami.

Karena masih liburan kenaikan, ma'had masih terasa sepi dan membosankan, beruntung kakak-kakak kelas yang sengaja menghabiskan masa liburannya di dalam ma'had sangat mudah berinteraksi dengan kami yang masih belum tahu apa-apa di sini. Mereka yang sangat menyenangkan "waktu itu" adalah sodik dan alwi, gaya mereka yang kocak membuatku tertarik mendekati mereka, kami menghabiskan malam dengan cerita-cerita lucu kadang-kadang cerita horor juga dan yang paling penting, inilah malam pertamaku yang aku habiskan dengan begadang. Oiya…ada yang lupa, nama yang paling ditunggu-tunggu kedatangannya tiga kali sehari, dia seorang kakak kelas yang menjadi "sukarelawan" mengantar makanan dari barat (dapur) ke timur (MII putra) dengan becak khusus, namanya hatnawi asal pulau kangean sumenep.

Pelajaran kedua…kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda (ini iklan parfum axe yang lawas).

Pada masa-masa awalku di ma'had ini juga, aku bertemu seorang anak "special" yang pada hari-hari berikutnya di MII ini, kami jalani dalam suasana persahabatan yang begitu erat. Dia adalah jefriana ardianas, aku mengenal bocah asal ketapang ini sehabis sholat ashar, sebenarnya dia datang sebelum duhur, tetapi orang tuanya pulang dan meninggalkannya duduk sendiri di tepi masjid MII pas setelah sholat ashar. Tak sedikitpun butiran bening menetes dari matanya, tapi dari diamnya di teras masjid itu aku bisa merasakan perasaannya jauh dari keluarga, meskipun tak menangis guratan kesedihan di wajahnya tetap saja tak mampu disembunyikan. Aku mencoba mendekatinya, berkenalan dan sedikit bercerita kalau sebenarnya aku juga santri baru, baru beberapa hari di ma'had ini. Tak lama kemudian aku mengajaknya jalan-jalan ke barat (sekali lagi bukan eropa) sampai menjelang maghrib, ya sekedar mencari "hiburan" atau makan rujak di warung juventus. Jefri atau "J" begitu biasa kami memanggilnya, dia termasuk dalam tokoh utama dalam kisahku di MII, orangnya baik, cerdas, sedikit pendiam tapi menyimpan banyak potensi di dalam dirinya yang akan ter-expose pada saatnya nanti.

Suasana ma'had semakin ramai, masa liburan sudah berakhir. Berbondong-bondong santri-santri kembali ke pesantren, ada perasaan sedikit aneh karena kebanyakan santri (lama) yang kembali ke pesantren tidak seperti santri-santri yang aku tahu di MTA dulu, dari cara mereka berpakaian dan interaksi satu sama lain. Susananya hangat dan akrab, keramaian tercipta mereka seperti pulang ke rumah sendiri.

Santri-santri baru pun berdatangan, mereka yang datang setelahku itu akan segera menyusul petualangan baru yang sudah beberapa hari aku, kaher, jefri dan imam memulainya. Rerumputan dan cemara-cemara di sekeliling ma'had ini seakan menyambut kedatangan mereka, dan hembusan angin pantai camplong seolah berbisik di telinga-telinga mereka "selamat datang, selamat memulai petualangan di MII permai ini".

Bersambung….!!

0 comments:



Post a Comment